Marah pada Ayam dan 2 Kali Berencana Menyantapnya

Judul artikel diatas menyiratkan seorang  yang mempunyai sifat antagonis seperti di sinetron ngak mutu yang selalu menjejali program televisi kita disaat waktu istirahat tiba.

Ini adalah pengalaman pertama memelihara ayam, ceritanya saya memelihara 2 ekor anak ayam sejak piyik yaitu besar tubuhnya tidak lebih dari kepalan tangan orang dewasa dengan berat badan diatas 100 kg.

Dari awal saya tidak paham jenis kelamin dari ayam yang katanya keturunan bangkok (jenis ayam besar petarung), namun dalam kesehariannya bila ketemu ayam kampung jantan kedua ayam tersebut selalu takut dan lari.

Hari demi hari saya rutin memberi makan, mungkin saja hingga sekarang total harga pakan yang mereka makan tidak sebanding dengan harga jika mereka berdua dijual, setelah mengetahui kedua ayam tersebut berjenis kelamin betina.

Setelah remaja dan bulu ayam tumbuh lengkap saya baru mengetahui jenis kelamin kedua ayam ini adalah betina, artinya dari sisi ekonomis walaupun jenis ayam bangkok harganya jauh lebih murah kalau dijual dibandingkan dengan jenis ayam bangkok jantan.

Waktu jenis kelamin kedua ayam diketahui betina, saya berencana menyantapnya ketika hari raya idul fitri tiba tepatnya 3 bulan lagi rencana itu akan saya laksanakan. Setiap hari saya rajin memberinya makan berharap ayamnya sehat dan gemuk dagingnya, sambil membayangkan opor ayam yang lezat disantap dengan ketupat bersama keluarga.

Tiga hari sebelum lebaran ayam tersebut berbunyi petok-petok terus, kata saudara “itu tandanya ayam mau bertelor, buatkanlah sarang dikandangnya”. Seperti berharap anak pertama lahir, dengan semangat saya mencari jerami dan membuatkan sarang dalam kandang ayam minimalis harga Rp 80.000,- dan berharap ayamku akan bertelor disarang yang kubuat.

Dua hari menjelang Idul Fitri ayam itu belum bertelor, dalam hati bimbang berencana jika besok ayam belum bertelor juga maka rencana menyantap akan tetep jalan, tetapi jika ayam itu bertelor saya akan memelihara kedua ayam tersebut sebagai indukan.

Satu hari menjelang lebaran, pagi-pagi saya melihat kandang dan ternyata ada sebutir telor putih didalam sarang dan hati saya pun girang, dalam hati saya mengucapkan selamat ayam tersebut tidak jadi saya santap.

Saat lebaran tiba pada pagi hari saya mendapati telor ayam sudah bertambah menjadi 2, saya berharap ketika besok saya tinggal mudik ke kampung 2 hari ketika pulang telor ayam sudah menjadi 4 karena asumsi saya, ayam bertelor 1 hari 1 kali sampai masa pengeraman dimulai total jumlahnya bisa sampai 15 butir.

Pulang dari mudik lebaran sebelum membuka pintu rumah saya mengecek kandang ayam dan melihat telur yang ada disarang, apa yang terjadi ternyata sarang ayam berantakan dan 2 telor masih tetap namun berubah warna menjadi hitam karena diselimuti tai ayam.

Ketika sore hari ayam pulang kekandang saya menguncinya sampai esok hari dengan makan dan air yang cukup, saya berkata pada kedua ayam tersebut “jika kamu tidak bertelor kamu tidak akan saya keluarkan”, dan benar saja siang hari ketika saya lihat sarangnya ada 3 butir telor kemudian pintu kadang ayam saya buka kembali.

Keesokan harinya cara yang sama saya gunakan setelah bertelor lagi pintu kandang saya buka, jumlah telor menjadi 4 butir. Saya berfikir mungkin si ayam sudah mulai rutin bertelor di sarang yang kubuat, sehingga keesokan harinya saya tidak mengurung ayam dikandang pintu kandang saya buka siang dan malam.

Satu hari berikutnya telor masih 4 butir, dua hari berikutnya jumlahnya masih sama sampai hari ketiga setelah tidak saya kurung telor tidak bertambah, sarang berantakan hingga hari keempat sebutir telor hilang atau pecah tidak ketahuan.

Hari terus berlalu, pada malam hari saya lihat dikandang seekor ayam malah tidak pulang, tetapi pada esok pagi harinya saya masih melihatnya dan memberinya makan. Malam berikutnya seekor ayam yang sama tidak pulang lagi, saya mulai curiga jangan-jangan ayam tersebut tidur dan bertelor ditempat lain.

Waktu siang hari ayam tersebut tidak terlihat sama sekali, hanya tinggal seekor yang mondar-mandir disekeliling rumah, namun jika pagi hari ayam tersebut masih terlihat dan tetap meminta makan.

Saya mulai gusar, marah dan bingung dibuatnya, setelah berkompromi pada istri  sepakat kalau besok pagi pulang kedua ayam tersebut akan saya kurung di kandang sampai waktu penyantapan tiba, ini adalah kedua kali rencana penyantapan ayam tersebut disepakati.

Telor yang dikandang ada 3 butir akan saya buat jamu dengan cara direbus setengah matang dan ketika telor tersebut akan saya ambil ternyata sebutir telor isinya sudah membusuk karena cangkang telor telah retak, hingga 2 buatir saja yang masih utuh dan normal.

Pada kesokan harinya ketika saya bersih-bersih disamping pekarangan rumah yang ditumbuhi ilalang dan semak-semak, sabetan golok saya hampir saja menegenai seekor ayam yang sedang mengerami telornya disemak-semak tersebut.

Alangkah kagetnya itu adalah ayam yang menjadi target DPA (daftar pencarian ayam) saya, perlahan saya dekati dan mengangkat ayam untuk mengetahu jumlah telor yang dikeraminya, ternyata ada 11 butir telor disana kalau ditotal berarti ayam tersebut telah bertelor 15 butir.

Marah pada Ayam dan 2 Kali Berencana Menyantapnya
Semak-semak tempat ayamku bertelor dan mengeraminya.

Lihat video dokumentasi setelah ayam sarapan pagi, dia balik lagi ke sarang buatannya di kebun untuk mengerami telor nya.

Saya sangat girang dan mengumumkan pembatalan rencana menyantap ayam bangkok tersebut, hikmah yang didapat “komunikasi itu penting”, walaupun saya lulusan sarjana ilmu komunikasi, namun sayang nya saya tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa ayam.

4 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *